Tag
Brunei Darussalam, Brunei tourism, hotel di brunei, Hotel Ibis Surabaya, hotel jubilee brunei, Ibis Juanda, kh soon guest house, KLIA2, masjid Hasanal Bolkiah, menginap di terminal 2 juanda, nasi lemak, penginapan murah di brunei, pusat belia brunei, terminal 2 Juanda, Travel Brunei, Wisata Brunei Darussalam
Really make me speechless Brunei nih.
Pertama, saat nunggu dan naik pesawat orang-orang aslinya tenang sekali. Antar ras saling menyapa. Saat turun pesawat bapak-bapak Bruneian bantu turunkan tas dari kabin dan senyum ramah sekali
Kedua, di imigrasi harus isi formulir seperti Singapore. Petugasnya ramah, dialek bahasa melayu yang dipakai mudah difahami. Mungkin kerana saya terbiasa dengan dialek bahasa banjar di kalimantan. Di imigrasi ditanya tujuan, berapa lama, kerja di mana, berapa uang yang dibawa. Jangan bingung ya, jawab dengan percaya diri. Keluar bandara, terbengong2 sendiri.mana angkutan umumnya. Di pintu keluar mobil pribadi dan taksi semua. Senyap tak seperti di bandara manapun di Indonesia yang selalu ramai dengan calo. Lihat ada angkutan lewat drop off keberangkatan di atas, macam terminal 2 Cengkareng, kami naik eskalator ke atas. Sempat ketemu mas2 yang orang Jawa Magelang yg sudah 11 tahun mukim di sini. Menawarkan pengantaran 10 Ringgit Brunei ke Pusat Belia,full day travel 80 Ringgit, guest house 40 Ringgit. Orangnya helpfull. Tapi dasar saya keras kepala, saya mau jalan pakai plan awal saya, yaitu naik angkutan umum menuju pusat belia.
Ketiga, sopir dan kernet minibus angkutan di sini orang jawa semua. Penumpangnya para pekerja asing dan backpacker. Orang Brunei naik mobil pribadi.
Keempat, penginapan termurah 10 Ringgit Brunei. Untuk 1 orang per malam. Bentuk dormitory. Sering penuh. Check in paling lambat jam 4.30 petang. Kami datang jam 6 petang alias telat. Terpaksa cari hotel terdekat, yaitu Hotel Jubilee bertarif 95 Ringgit (hampir sejuta Rupiah). Uniknya untuk pinjam sajadah, adaptor dan remote TV dikenakan deposit peminjaman yang akan dikembalikan apabila check out dengan membawa sendiri barang yang dipinjam.
Kelima, banyak sekali pekerja asing. Terutama Indonesia khususnya Jawa.
Keenam, ada semacam airport tax 12 Ringgit yg distaples bersama boarding pass. Seperti airport Indonesia zaman dulu. Kemudian sobekan kertas boarding diambil setelah scanning xray. Bukan di depan pintu boarding.
Ketujuh, umumnya orang berjualan di pasar dalam pecahan 50 sen Ringgit Brunei (5 ribu Rupiah), 1, 2 dst. Jarang ada yang lebih kecil dari itu. Terasa mahal bila kita terbiasa dengan harga pecahan kecil2 di Indonesia.
Kedelapan, agama resmi Islam Sunni mazhab imam Syafii. Usai shalat selalu ada wirid dan doa berjamaah.
Kesembilan, dalam seminggu kita bisa menjelajah seluruh penjuru Brunei dengan angkutan umum yang ada. Itu cerita kernet minibus yang WNI asal Blitar.
Kesepuluh, orang asli Melayu Brunei sangat dimanjakan oleh pemerintahnya. Rumah2 besar ternyata kredit dari pemerintah Brunei dengan cicilan 25-35 tahun. Bahkan serumah bisa ditempati oleh 8 keluarga.
Kesebelas, tata kotanya rapi dan indah. Enak untuk jalan kaki. Transportasi umum juga memadai. Hanya saja jam 7 malam sudah berhenti beroperasi. Alternatifnya naik taksi dengan tarif termurah 10 Ringgit Brunei (hampir 100 ribu). Karena hampir semua produk impor dari tetangganya (termasuk Indonesia) serta mudahnya dapat uang negara ini(dari minyak bumi) sehingga harga terasa mahal untuk ukuran Indonesia. Namun masih sedikit dibawah Singapura.
Keduabelas, udara bersih, banyak hutan alami, trotoar yang nyaman untuk jogging, tak ada bunyi klakson karena jarang macet. Sebuah negeri yang nyaman apalagi jika biaya hidup yang tinggi sudah tidak menjadi kendala. Barakallah…
Cerita perjalanan ke Brunei
Sabtu, 17 Mei 2014. Perjalanan kumulai dari bandara Juanda Surabaya setelah diantar oleh sopir hotel Ibis Budget Juanda. Check in lancar meski ada insiden mbak2 check in Air Asia salah menempelkan airport tax domestik 75 ribu padahal seharusnya 200 ribu. Entah sengaja atau tidak saya tidak tahu. Kemudian saat scan di pemeriksaan petugas bandara tertulis expired. lah piye to iki. Petugasnya tak mau repot karena antrian panjang. Pagi itu sudah ramai penerbangan internasional. Ada Air Asia dan China Airlines ke Singapura dan Royal Brunei yang bersiap ke Bandar Seri Begawan. Kami yang ke Brunei transit di Kuala Lumpur juga sudah antri. Terminal 2 Juanda ini relatif bersih dan kinclong.

bandara juanda surabaya saat subuh

check in sebelum subuh

dari boarding gate melihat tempat check in
Di keberangkatan ada bermacam restoran yang sudah buka pagi itu diantaranya Carls Jr, Starbuck. Tampak pula di sudut ada orang masih tidur. Di sini belum banyak yang memanfaatkan bandara buat tidur sambil nunggu penerbangan pagi tampaknya. Kemudian untuk mushola, sebenarnya sudah lumayan besar. Namun karena ada rombongan umroh jadinya membludak hingga selasar. Kebetulan selasarnya luas dan tak banyak penghalang sehingga dengan leluasa rombongan umroh dari kota Madiun ini bisa berjamaah. Dan saat masuk bis ke Air Asia yang ke Kuala Lumpur ketahuan bahwa rombongan umroh ini naik Air Asia juga, umroh hemat mungkin. Dari KLIA2 bisa lanjut ke Jeddah. Perjalanan ke KLIA2 lancar. Kami berdua pesan online : sandwich, tortilla tuna, nasi kuning manado dan nasi minyak palembang beberapa hari sebelumnya sehingga hemat 20%, plus gratis aqua 4 cup. Kenyang sekali sarapan sebanyak itu.

sarapan nasi kuning dan sandwich
Perjalanan 2 jam 35 menit ini mendarat di KLIA jam 9.40 pagi waktu Malaysia (sama dengan waktu Indonesia Tengah). Ini adalah kunjungan pertama ke KLIA2 setelah sebelumnya mendarat di LCCT. Tampak Malindo Air (saudaranya Lion Air) sudah parkir di samping. Dari sisi ukuran KLIA2 ini 5x lebih besar dan megah. Namun tidak semewah bandara Changi Singapura, mengingat disini lantainya ubin bukan karpet seperti Changi. Jalan kaki ke imigrasi dan bagasi mungkin sekitar 1 km. Antrian tak sepanjang waktu di LCCT. Dengan terbengong2 cari tahu (maklum pertama ke sini) kami telusuri pojok demi pojok yang sudah saya pelajari denahnya sebelumnya. Besar tapi tidak mewah, go green itulah konsepnya. Akhirnya kami ketemu dengan Jaya groceries untuk beli buah apel dan anggur.

jualannya lengkap dari berbagai negara
harganya cukup murah, 5 Ringgit dapat 4 apel New Zealand yang renyah kriuk kriuk. Menunggu di sini tak membosankan, berhubung “hanya” 3 jam kami transit, kami belum mengeksplorasi lebih banyak bandara ini. Jika bandara di Indonesia 95% orang Indonesia, di KLIA2 mungkin hanya 40% rasa Melayu seperti di Indonesia, selebihnya orang China, India, Jepang, Bule (Western), Arab. Karena ini menjadi penghubung antar negara (lebih banyak penerbangan internasionalnya daripada domestiknya belum lagi pelancong ke Malaysia). Kami sudah check in online dan tinggal cek dokumen paspor dan boarding pass yang oleh petugas diberi tulisan ruang tunggu dan cap pemeriksaan. Di ruang tunggu L1 ini kebanyakan orang Melayu dan India. Semua berpakaian sopan kecuali seorang cewek India hitam yang pakai hot pants.

menunggu pesawat ke brunei
Boarding telat 30 menit. Penerbangan ke Brunei ini memakan waktu 2 jam 20 menit. Tampak beberapa penumpang yang duduk di hotseat yang berkali-kali diusir pramugara karena bukan tempat duduknya. Kalau mau duduk di situ harus bayar 30 Ringgit Malaysia. Menu yang kami pesan sebelumnya yaitu apple sandwich, cheesy sandwich burger, green curry dan nasi lemak. Total 38 Ringgit Malaysia.

makan nasi lemak dan sandwich ke brunei
Untuk sandwich dan burger tidak kami makan di pesawat, khawatir kesulitan cari makan di Brunei yang kabarnya sepi. Jam 4 petang kami tiba di Brunei. Di imigrasi ditanya kerja dimana, mau apa di Brunei dst. Lebih ramah dari imigrasi Malaysia. Di depan pintu keluar kami tunggu bus no 24. Menunggu 15 menit tak muncul juga tapi tadi lihat ada bus yang lewat atas (tempat drop off). Akhirnya kami naik ke lantai atas tempat keberangkatan. Diikuti mas-mas asal Magelang yang sudah mukim 11 tahun di Brunei, dan ceritanya sedang berusaha menjadi penduduk Brunei yang mensyaratkan tinggal terus menerus disana selama 20 tahun, kalau perempuan asal nikah dengan laki-laki Brunei bisa lebih cepat menjadi warga Brunei. Mas ini menawarkan jasa pengantaran dan penginapan, namun saya berkeras hati untuk ikuti rencana yang sudah saya buat yaitu naik bus. Kebetulan ada minibus no 23 warna hijau berhenti, maka kami naik dan berterimakasih ke mas tersebut karena sudah share/cerita. Memang ada saran dari beberapa tulisan blog mengenai warna dan nomor minibus yang disarankan, yaitu warna ungu/purple no 24 atau 36. Tapi menurut saya terserah nomor mana saja, karena semuanya akan bertemu di pusat terminal bus di Bandar Seri Begawan, cuma kita jadi mutar jauh dan lama. untuk naik bus ini cukup bayar 1 Ringgit Brunei (sama dengan Dollar Singapura = Rp 9000 an) jauh dekat. Untuk mencapai penginapan Pusat Belia-punya kemenpora Brunei memakan waktu 1,5 jam dengan bus ini, karena mutar ke Berakas dulu. Sedangkan kalau langsung cuma 20 menit an. Kami tiba di Pusat Belia sudah jam 6 sore. Dan ternyata kamar sudah penuh, padahal sudah reservasi ke kepala penginapan ini. Sempat menyesal kenapa tak mengiyakan saja tawaran mas-mas Magelang yang menawarkan transport (10 Ringgit) dan penginapan (40 Ringgit) tadi. Di sela kegalauan kami jalan menyusuri langit yang sudah mulai merah kegelapan menandakan sebentar lagi malam, dan bertanya ke remaja Brunei dimana penginapan murah terdekat. Dia tunjuk di kanan itu ada Terrace hotel dan Radisson, sedang di kiri ada hotel Jubilee dan hotel Bruneihotel Brunei. Kami ke Jubilee saja, dan ternyata tarifnya 95 Ringgit Brunei. Waaak, gak jadi ngirit. Hotel 900 ribuan kalau di Indonesia bisa buat menginap 5 hari 4 halam untuk hotel setipe ini.

salah satu sudut bandar seri begawan

kamar 900 ribuan di bandar seri begawan
Ini Brunei mas, jangan di kurs kan ke Rupiah. Cuma Singapura dan Hongkong yang pernah saya kunjungi dengan kemahalan seperti ini. Hotel tua dengan perabot hotel lengkap dari kayu, ada kulkas tapi tak ada kopi teh dan teko pemanas air. Saya ada janjian dengan ibu-ibu customer pemesan baju online dari istri setelah Isya. Setelah itu balik ke kamar, sholat, saya bisa tidur nyenyak sekali sampai akhirnya bangun jam 6.30 pagi.
Ahad, 18 Mei 2014. Kelebihan hotel ini adalah ada WIFI , sarapan dan tur tempat populer semuanya gratis. Setelah mandi kami jalan kaki keliling kota mulai Pasar Tamu Kianggeh, ke Kampung Ayer (Air) dan terminal pusat lalu balik kembali ke hotel untuk sarapan.

hotel brunei dekat pasar tamu kianggeh

kampung ayer (air) di kejauhan

sungai dekat pasar kianggeh

jualannya per paket, timun 4 buah 50 sen

suasana pasar kianggeh
Sarapannya di cafe hotel (D’Cafe) so simple ala carte (tak model buffet), ada banyak pilihan menu ala barat, yang sesuai lidah melayu cuma nasi goreng telur. Minumnya ada kopi yang sangat spesial buat saya (enak sampai refill 2x), teh dan perasan jeruk nipis. Nasi gorengnya cukup enak ala resto. Yang terlihat di sini cuma ada 2 orang China, 6 Melayu termasuk kami dan 1 bule perempuan. Pegawainya Pinoy (orang Philipina).

sarapan nasi goreng dan buah
Setelah makan browsing via WIFI yang ternyata kencang sekali. Sejam cukup untuk update 20 aplikasi Android di hp saya. Kabar-kabar dan kirim foto narsis. Dan tibalah jam 9 pagi saat tur keliling kota Bandar Seri Begawan dimulai. Kami naik minibus yang cukup untuk 10 penumpang. Penumpangnya 6 tamu Melayu, 3 orang China dan 1 pemandu lokal. Kunjungan pertama ke kampung ayer, lalu ke masjid Omar Saefudin yang terkenal itu (bapaknya raja saat ini), ke masjid Hasanal Bolkiah (raja saat ini) dan ke air terjun mini.

hotel yang lebih bagus 135 ringgit brunei

mall yayasan

masjid bolkiah

masjid omar saefudin

menu sarapan di hotel jubilee

van hotel jubilee

masjid omar saefuddin

masjid omar saefuddin tampak dari mall yayasan
Lalu balik lagi ke hotel. Kami manfaatkan waktu untuk browsing dan whatsapp-an dengan pengelola Pusat Belia untuk konfirmasi mau datang siang ini jam 2. Si empunya minta maaf karena kemarin ada hajatan di rumah tetangganya jadi pulang awal, dan meng OK kan reservasi saya. Lumayan berdua cuma bayar 20 Ringgit Brunei kalau bisa menginap di Pusat Belia. Usai packing kami check out dan jalan lagi menuju ke terminal pusat dimana ada rumah makan nasi katok mama yang pekerjanya para TKI. Lagu yang diputar pun ada lagu tak bermoral seperti “hamil duluan”, heran kok bisa lolos lagu kayak begitu di negara ini. Nasi katok yaitu nasi putih (beras siam), lauk ayam sepotong kecil-1/2 nya ayam KFC, sambal manis. Harganya cuma 1 Ringgit Brunei (9000 Rupiah). Lumayan buat mengganjal perut. Dari sini lanjut jalan ke Mall Yayasan yang didominasi TKI-Melayu Jawa. Rasanya seperti kombinasi mall mewah dengan ITC. Serupa dengan mall di Indonesia. Sebelum ke Pusat Belia kami makan dulu ayam goreng Jolibee (francishee Philipina) yang cukup murah, hanya 7,4 Ringgit Brunei untuk berdua, berisi 2 potong ayam, 2 nasi, kentang dan 2 gelas besar Coca Cola. Ada sertifikat halalnya.

paket 2 orang di jolibee seharga 7,4 ringgit brunei

nasi katok 1 ringgit brunei berupa nasi putih ayam goreng dan sambal tomat manis

tampak depan mall yayasan
Terlihat anak-anak Brunei yang lahap dengan makanan cepat saji ini, sehingga sudah kegemukan di usia kanak-kanak. Fenomena umum di dunia. Dari Jolibee kami jalan kaki ke Pusat Belia melalui Dewan Pustaka yang di depannya ada gambar dan tulisan mirip Sumpah Pemuda (Satu Negara, Satu Bangsa, Satu Bahasa). Kemudian melewati lapangan yang ada bis DAMRI parkir. Tampak pula orang sedang memperbaiki jalan, pekerjanya India Tamil. Adik saya berucap ” jalanan masih bagus kok masih terus dilapis”, “negara kaya” balas saya. Sampailah kami ke Pusat Belia. Ternyata pagar samping nya masih tutup. Ada sekitar 10 rombongan peserta badminton antar departemen yang kecele tidak bisa lewat melalui pintu ini. Bapak2 Tionghoa yang mau hadir juga tanya ke saya “mau kemana dik” ” mau menginap di Pusat Belia””reservasi ke siapa?” ” ke pak Firdaus”, tampaknya orang ini sangat dikenali di sini, namun apa daya kita tunggu 1 jam lebih tak datang-datang, telpon juga tak diangkat. Kemudian ada askar (tentara) Brunei yang ikut nimbrung, “semua bilik sudah di book oleh askar Brunei yang ikut kompetisi Badminton, masa Firdaus masih terima tamu:””tak tahulah pak Cik, mungkin pak Firdaus nya malu, sampai tak berani muncul”. Ya sutra lah, kami ditunjukkan ada penginapan murah KH Soon yang berada depan persis hotel Brunei, dekat terminal bus pusat. cukup jalan kaki dari sini, menyusuri Sungai Kianggeh yang jernih dan tampak hotel Jubilee yang kami tempati hingga 3 jam lalu. Penginapan ini tidak murah. 40 Ringgit Brunei cuma dapat kamar tua sekali dengan AC dan kipas angin. Bangunan sebelum tahun 1945. Kami bersyukur kami masih bisa bayar. Meski jadul, dibawah ada pusat informasi pariwisata Brunei. Jendelanya persis berhadapan dengan jendela hotel Brunei yang tarifnya 135 Ringgit Brunei per malam. Setelah taruh tas kami jalan lagi ke terminal untuk observasi angkutan ke bandara. Tanya ke resepsionis KH Soon dan dijelaskan bahwa minibus no 23 yang langsung ke airport.

guest house KH Soon

kami naik bus ini selama di bandar seri begawan

uang brunei

hotel brunei dilihat dari kamar hostel kh soon

kamar kh soon
Cukup dekat penginapan ini ke terminal. Hanya 5 menit jalan santai. Ternyata minibus ini sopir dan kondekturnya sama dengan kemarin. Sopir orang Kras Kediri dan kondektur ibu2 dari Garum Blitar. Sopir baru 2 tahun kerja, kondektur sudah 7 tahun kerja. Sepanjang jalan kami ngobrol ngalor ngidul. Mulai penginapan yang kami kunjungi yang katanya jarang orang Indon nginap di sana. Yang banyak di Gadong dekat The Mall (mall paling besar) yaitu di Grand City Hotel (telpon 2452188) dan Palm Hotel. Untung juga kami menginap dulu di Jubilee karena ada buku kecil suplemen untuk turis dari Yellow Pages Brunei yang berisi informasi penting setebal 56 halaman yang menjadi buku panduan kami selama di Brunei. Brosur info wisata sangat minim, tak seperti Singapura, Malaysia ataupun Thailand. Kemudian cerita (entah fakta atau opini) rumah besar2 orang Brunei itu dicicil 35 tahun bisa sampai dari pengantin baru sampai jadi kakek nenek baru lunas, tapi hak milik punya sultan. Uang pemberian ditarik lagi buat nyicil rumah. Trus orang sini royal untuk urusan makan saat habis gajian, sehingga di akhir bulan biasanya cuma makan nasi katok yang harga 1 Ringgit. Kemudian tentaranya tidak segagah dan sehebat tentara Indonesia. Saat ada lomba keterampilan dan survival antar tentara negara ASEAN di Brunei tahun lalu, Indonesia juaranya. ya iyalah mbak. Di sini penduduknya cuma 400 ribu, dengan Blitar pun masih besar Blitar. Tapi pendapatan per kapita nya (World Bank 2010- ) http://concept-bank.com/?page_id=634 23.790 USD (250 juta per tahun) sedangkan Indonesia baru 2.946 (30 juta per tahun). Pertumbuhan ekonomi -1.8 di tahun 2009 sedangkan Indonesia tumbuh 6%. Jika penduduk Brunei 4 juta dan tak ada pertumbuhan ekonomi, per kapita nya bakal lebih rendah dari Indonesia. Asyik juga ngobrol dengan orang Indonesia di luar negeri. Jujur saja sebenarnya Indonesia sangatlah remeh jika dibanding-bandingkan dengan negara kecil macam Brunei, Singapura, Malaysia, Vietnam, Philipina maupun Thailand. Karena dari segi ukuran luas wilayah, jumlah penduduk dan kekayaan alam lebih sesuai dibandingkan dengan Amerika, Russia, China dan India. Cobalah tengok di peta ASEAN. Setengahnya adalah Indonesia. Brunei cuma serupa satu Provinsi di Indonesia (luas Brunei 6.700 km2, Bali 5.700 km2, Indonesia 1,9 juta km2), namun kaya dan teratur. Masih banyak yang harus dilakukan untuk kemajuan Indonesia. Usai turun dari minibus di terminal pusat, kami belanja buah dan snack di supermarket Hua Ho yang ada di mall Yayasan, istirahat sebentar di penginapan lalu berganti baju koko untuk sholat maghrib di masjid Omar Saefudin yang menjadi ikon Brunei Darussalam. Dari hotel hanya 200 meter saja melalui Bank Islam Brunei, Commonwealth dan HSBC. Hembusan AC terasa sejuk sekali sejak di pelataran masjid. Kemudian wudhu di kolam yang ada krannya. Mirip dengan masjid Ho Chi Minh Vietnam, masjid Negara Malaysia dan masjid Agung Palembang. tata cara ibadahnya seperti NU-mazhab Imam Syafii. Wirid dan doa bersama setelah sholat. Kami berdiam di masjid untuk baca Al Quran, nyaman, sejuk seperti di masjid Nabawi Madinah. Kemudian ke halaman masjid untuk mengambil gambar eloknya masjid di waktu malam sampai akhirnya tiba adzan Isya, kami sholat berjamaah lalu balik ke hotel untuk istirahat.

masjid omar di waktu senja
Senin, 19 Mei 2014. Jam 3 pagi saya sudah terbangun sekalian sholat malam mumpung sempat. Packing dan bersiap untuk naik minibus no 23 yang berangkat dari terminal jam 6.40 pagi melalui airport. Lagi-lagi sopir dan kondekturnya sama dengan kemarin. Orang Kediri dan Blitar. Ditanya kemana aja ?” seputar bandar saja mbak”, “kalau mau keliling Brunei sampai ke pelosoknya cukup seminggu” kata si mbak sambil buka tutup pintu untuk naik turunkan penumpang. Ke airport cuma butuh waktu 20 menit. Di sela itu si mbak juga sempat cerita meski berkali-kali direnovasi kalau bandara Brunei kalah bagus dengan Juanda Surabaya, bahkan pernah berdebat dengan bos nya yang orang Brunei untuk membuktikan sendiri dengan datang ke Surabaya. Ternyata orang Brunei itu mengaku bandara Juanda Surabaya dari bandara Brunei. Kalau menurut saya sih, untuk tempat check in nya bagus di Brunei karena baru di renovasi sehingga mirip terminal 3 Jakarta, sedangkan ruang tunggu dan kedatangan masih bagus Surabaya. Bisa jadi suatu saat akan lebih bagus karena sedang dalam renovasi.

check in di bandara brunei

suasana di bandara brunei
Check in disini lebih ketat seperti di Changi Singapura. Tas punggung ditimbang dan diberi label/tag. Sempat deg2an karena tas punggung saya tertimbang 10.5 kg padahal maksimal yg boleh masuk 7 kg. Ternyata tak masalah. Dari 8 penerbangan pagi itu, 7 diantaranya penerbangan Royal Brunei, sisanya 1 adalah Air Asia yang akan kami tumpangi ke KLIA2. Kami langsung masuk ke ruang tunggu keberangkatan. Ternyata kertas sobekan boarding diambil pegawai Air Asia setelah screen bawaan. Karena tidak tahu, kami langsung duduk sampai akhirnya melihat ada yang janggal saat penumpang Royal Brunei langsung naik pesawat tanpa ada petugas yang nyobek boarding pass seperti di bandara manapun. Petugas AirAsia-Chinese yang tengil nyeletuk “takut kena change over bagasi ya”.’terserah loe ngomong apa”. Boarding jam 9 berjalan lancar. tak lama setelah kami terbang, pesanan makanan kami disajikan berupa spicy tuna wrap dan nasi lemak. Enak sekali tuna dengan selada ini. Ngomong-ngomong makanan ringan di Air Asia, disajikan dengan tampilan keren dan porsi yang banyak, mengenyangkan seperti makanan berat. Jam 12 pesawat mendarat di KLIA2. Imigrasi cepat dan kami menuju kaunter Hotlink untuk beli perdana seharga 8.8 Ringgit yang oleh petugasnya dibulatkan jadi 9 Ringgit. Isi pulsa 10 Ringgit yang kemudian saya top up 10 Ringgit. Pulsa 15 Ringgit ini bisa kami pakai telpon berkali-kali ke istri dan keluarga sekitar 1 jam, plus internetan sehari yg bertarif 2 Ringgit. Worth it. KLIA2 yang ramai dan menarik ini membuat kami betah dan tak sadar sudah 5 jam di mall bandara yang sejuk ini hingga akhirnya ke kaunter AA domestik dan diberitahu agar langsung ke terminal keberangkatan. Terminalnya lebih santai dengan pembatas hanya setinggi 1 meter. Ada toko Ipin dan Upin yang menjual souvenir film kartun edukasi tersebut. Kami jamak sholat maghrib dan isya juga di terminal ini. Nyaman. Akhirnya jam 7.30 malam ada panggilan boarding ke Langkawi, telat 15 menit.