Hari Pertama
Sabtu, 31 Juli 2010
Kami berangkat dari Bandara Adisucipto, Yogyakarta menggunakan pesawat Air Asia yang telat 20 menit dari jadwal (jadwal jam 09.00 WIB). Mungkin karena sedang sepi, kami mendapat tempat duduk di kursi no 4D dan 4E yang sebenarnya termasuk hot seat (yang harus dipesan dengan tambahan biaya, kursi no 1-5 dan 2 baris di emergency exit). Perjalanan sangat nyaman. Pesawat masih baru, AC sejuk, kursi kulit masih mengkilat dengan warna merah menyala khas AirAsia. Take off berjalan lancar. Aktivitas pertama di pesawat adalah penjualan/pembagian makanan dan minuman kepada penumpang. Bagi penumpang yang sudah membeli via online (bersamaan dengan beli tiket) akan menerima pembagian dengan menunjukkan boarding pass yang sudah tertera pesanan kita-harganya 10% lebih murah dari katalog. Bagi yang tidak sempat pesan bisa membeli langsung di pesawat yang harganya sesuai katalog. Di kantung kursi terdapat majalah Air Asia yang informatif, katalog barang (makan/minum/souvenir dll), dan kartu petunjuk keselamatan.
Kebetulan saya pesan nasi lemak Pak Nasser yang isinya nasi lemak (nasi uduk), rendang ayam, ikan teri goreng, telur rebus, kacang tanah goreng, dan sambal tumis. Rasanya enak, mirip sekali dengan nasi uduk plus sambal teri. namun porsinya terasa sedikit untuk ukuran orang berbobot 90 kg. Sedangkan istri pesan nasi goreng+ sate ayam yang juga enak. Selengkapnya bisa dilihat di :
http://www.airasia.com/id/id/inflight-comforts/hot-meals.page

makanan minuman preorder
Berikutnya penjualan aneka souvenir dan peralatan yang tertera di katalog antara antara lain kaos, jaket,mainan anak-anak, obat untuk perjalanan, dompet paspor hingga kartu perdana telepon seluler Tune. Perjalanan ke Kuala Lumpur memakan waktu 2,5 jam. Tidak begitu membosankan karena ada teman perjalanan.
Saran : Bawa istri atau teman atau ngobrol dengan penumpang sebelah kursi niscaya perjalanan tidak terlalu membosankan. Atau kalau bisa tidur saja. Obat anti mabuk cukup ampuh untuk membuat kita tertidur. Tapi hati-hati kalau melakukan perjalanan sendirian.
Sebelum mendarat di Bandara Low Cost Carrier Terminal (LCCT) Kuala Lumpur kami melihat pemandangan sawit yang menghampar, menutupi hampir seluruh daratan yang terlihat. Demikian juga ketika mendarat, landasan berlapis beton dan pesawat-pesawat kargo terutama di dominasi pesawat bertuliskan Now Everyone Can Fly-Air Asia. Berbeda dengan bandara internasional lainnya yang tampil menarik, cantik dan dekat jarak parkir pesawat ke bangunan bandara (kalau jauh di atasi dengan adanya bus jemputan). LCCT KL ini terlihat simpel dengan akses dari tempat parkir pesawat ke dalam bandara yang berjarak jalan kaki sekitar 400 meter-15 menit. Mungkin ini konsekuensi penerbangan murah, semua harus bayar secara terpisah dari harga tiket, bandaranya juga terpisah. Tahap selanjutnya masuk ke Imigrasi Malaysia, kita perlu mengisi formulir embarkasi, seperti keberangkatan di Yogyakarta. Formulir embarkasi ini terdiri dari dua bagian, satu bagian masuk/arrival-disobek petugas saat masuk Malaysia, satunya lagi bagian keluar/departure yang akan diminta saat keluar Malaysia. Jadi jangan sampai hilang.Untuk urusan imigrasi ini cepat-tak sampai 5 menit dan lancar dengan petugas mbak-mbak berjilbab yang tegas namun ramah. Disini paspor kami di stempel dengan stempel kedatangan.
Untuk menuju ke kota Kuala Lumpur bisa menggunakan bus (Skybus-grup Air Asia dan Aerobus), taksi, maupun kereta cepat. Karcis bus dan tiket kereta api bisa dibeli di website Air Asia saat pesan tiket, di counter dekat pintu keluar bandara,atau langsung di dalam bus. Untuk kali saya menggunakan Skybus dengan tarif sekali jalan MYR 9. Tempat parkir bus ini berada di ujung bandara, kondisi bus terawat-sama dengan bus pariwisata kalau di Indonesia. Untuk mencapai KL memerlukan waktu sekitar 45 menit dengan pemandangan yang monoton-kebun sawit dan tambang pasir-untuk konstruksi. Tidak ada yang istimewa kecuali jalan tol yang mulus dan bus yang nyaman. Lain kesempatan saya pingin coba kereta cepat yang tarifnya MYR 12 tetapi 3x lebih cepat sampai. Skybus yang kami tumpangi berhenti di KL Sentral. Disini bus kota, bus antar kota, kereta cepat Light Rapid Transport (LRT), dan monorail bertemu. Dan dari sini bisa menuju kemanapun tempat di Malaysia dengan angkutan darat. Kami naik LRT Kelana Jaya dari KL Sentral menuju stasiun Masjid Jamek. Dari Masjid Jamek sambung dengan LRT Putra untuk menuju stasiun Plaza Rakyat, stasiun terdekat dari Hotel Citin Puduraya, tempat kami menginap di KL.Metode pembayaran adalah pembelian tiket/kartu sesuai stasiun yang dituju. Portal akan terbuka ketika kita masukkan kartu ke mesin, setelah kita melalui portal kartu akan keluar lagi untuk kita ambil. Tunggu LRT. Naik sesuai dengan arah kereta (banyak petunjuk atau tanya jika tidak yakin). Setelah sampai stasiun tujuan ikuti pintu keluar dari portal dengan masukkan kembali ke mesin. Disini kartu ditelan, jadi kita tidak perlu bingung dan repot mengembalikan kartu.
Saran :
Penukaran uang Indonesia Rupiah (IDR) ke Malaysia Ringgit (MYR) bisa dilakukan di Indonesia atau Malaysia. Di sekitar Jalan Petaling IDR 1.000.000 dihargai MYR 350, sama saja dengan nilai tukar di Indonesia. Namun sebaiknya disiapkan uang Ringgit sejak dari Indonesia untuk keperluan bayar tiket bis dan transport ke KL.
Hotel Citin Puduraya tidak terlalu jauh dari stasiun Plaza Rakyat dan bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Dari jalan keluar stasiun ini bila belok ke kiri akan ketemu Hotel Ancasa dan Petaling Street yang tersohor sebagai tempat belanja souvenir KL yang murah dan lengkap. Terus terang untuk Hotel Citin Pudu ini aktualnya tidak sebagus di website nya. Saya ambil paket Comfy & Relax seharga MYR 280 (IDR 800.000) untuk 3 hari 2 malam. Check in cukup lancar meski beberapa hal yang di promosikan dalam paket tersebut tidak ditepati seperti koran harian, air mineral, kamar menghadap Petronas dan Menara KL-aktualnya dikasih kamar lantai 4 yang cuma kelihatan puncak menara saja, bahkan welcome drink pun harus diminta. Untungnya saya reservasi langsung di website nya, karena pada saat bersamaan terlihat tak kurang dari 4 orang turis bule terlantar di depan resepsionis meskipun sudah mendapat reservasi via agen. Kejutan berikutnya adalah kamar kecil, seukuran kamar kos2an mahasiswa (4x 2.5 m). Namun untuk kelengkapannya seperti spring bed, meja baca, kursi, kamar mandi dan perlengkapannya cukup sesuai. Meski banyak kekurangannya (terutama ketidak sinkronan yang tampak dan yang dijanjikan di website dengan aktual), namun saya terkesan dengan dedikasi karyawan/karyawatinya yang sepenuh hati melakukan pekerjaannya. Mulai ibu2 tukang bersih kamar yang ramah, tukang buka pintu/door man yang selalu senyum, operator telpon yang ceria serta lokasinya yang di pusat sejarah kota KL.
Saran : pesan saja kamar standar tanpa embel-embel fasilitas tambahan makan minum maupun koran, karena hotel ini dekat pusat makanan (sekitar Petaling-Mydin Emporium-Kotaraya, ada MC Donald, KFC, Pizza Hut, 7 Eleven (semacam Indomaret/Alfamart tapi jual makanan siap saji semacam mi goreng, nasi lemak/uduk), rumah makan Melayu dan India Muslim) dan agen koran/majalah. Tak kurang MYR 40 bisa kita hemat.
Kami istirahat sampai jam 6 petang waktu KL atau 5 petang WIB tapi rasanya seperti jam 4 petang di Jakarta. Perjalanan pertama kami adalah ke Jalan Petaling yang terkenal dengan souvenir khas KL, seperti kaos, gantungan kunci, magnet kulkas, pashmina. Harganya murah-murah, contoh 3 potong kaos aneka desain gambar seharga MYR 20 (IDR 55.000) alias tidak sampai IDR 20.000/potong. Namun kualitas kainnya tidak lebih bagus dari kaos souvenir di Yogya dan Bali. Entahlah apa jenis kain yang digunakan. Oh ya sepanjang jalan ini diberi penutup kanopi, lumayan mencegah basah saat musim penghujan dan panas saat kemarau. Sebelum ke Petaling Street kami sempat makan sore-malam (lunch-dinner) di rumah makan India Muslim. Makan kari ayam dan rendang beserta acar khas India plus minum teh tarik untuk 2 orang tak sampai menghabiskan MYR 13 (IDR 35.000). Rasanya lebih murah daripada makan Nasi Padang di Indonesia. Soal rasa, enak, mirip masakan Padang. Kami jalan, ngubek2 daerah ini sampai jam 9.30 malam. Sambil lihat gemerlap lampu kota KL, kami balik menuju ke hotel. Setelah sholat, sekitar jam 10.30 malam kami sudah lelap dengan mimpi indah untuk perjalanan esok hari.

pasar petaling
Hari Kedua
Ahad, 1 Agustus 2010
Agenda utama hari kedua ini adalah mengunjungi menara kembar Petronas di Kuala Lumpur City Center (KLCC). Jam 8 setelah menuntaskan aktivitas pagi-mandi, kami ke kafe hotel untuk sarapan. Meski hotel bintang 2/3, sarapannya lumayan banyak pilihan dan rasanya cukup nikmat. Ada kwetiaw goreng, nasi putih dan goreng, aneka gorengan, bubur (ini yang beda dengan bubur di Indonesia, rasanya plain seperti nasi dicampu air), omelet, aneka roti dan selai. Kalau mau roti panggang juga ada toaster. Di sini kami bisa lihat betapa banyaknya turis asal Indonesia, mudah dikenali dari bahasanya. Tak heran di web perjalanan Tripadvisor banyak komentar/penilaian hotel ini dari tamu asal Indonesia. Saya sendiri jika ada kesempatan lain ke KL,mau coba hotel lain yang tarifnya sama, namun bagi yang pertama kali ke KL tidak ada salahnya hotel mencoba hotel ini.
Oh ya beberapa catatan mengenai hotel ini :
– Chanel TV yang tersedia TV lokal Malaysia: TV1,TV2,TV3,TV7,TV8,sayangnya TV9-yang menayangkan serial kartun Ipin dan Upin tidak bisa ditonton di sini, Star TV, ESPN. Di TV Malaysia kita bisa lihat bahwa masing2 TV punya identitas budaya. Melayu, China dan India. TV1-semacam TVRI nya kebanyakan acaranya bernuansa Islam, sesuai dengan agama resmi negara ini.
– Air minum gratis bisa diambil di dispenser lantai 2. Dari lift belok ke kanan. Silakan bawa botol air mineral. Tersedia air panas, sedang dan dingin. Air kemasan di minimarket MYR 3 (IDR 8.500)/1.5 liter. Untuk kamar tipe Deluxe tersedia pemanas air, kopi, teh dan gula di kamar.
– Internet gratis ada di kafe hotel di lantai 2. Ada 2 desk top. WIFI gratis juga tersedia di sini.
– Tersedia gratis perlengkapan mandi : handuk, shampo,sabun dan pasta/sikat gigi sekali pakai kalau kurang nyaman bisa beli di minimarket 7 eleven di dekat hotel (50 meter-an). Shower dan toilet duduk.
– Untuk listrik di Malaysia dan Singapura menggunakan colokan power listrik 3 kaki, siapkan dari Indonesia (biasanya harga lebih murah).
Setelah kenyang sarapan, rute berikutnya adalah jalan kaki dari hotel menuju stasiun Masjid Jamek
Di 7 lantai terbawa dari Menara Kembar Petronas terdapat supermall yaitu Suria KLCC. Mengenai keramaiannya tidak banyak berbeda dengan mall besar di Jakarta. Terus terang orang-orang yang ke mall di Indonesia lebih “gaul” dan dandan habis dibandingkan dengan mall di Malaysia ini. Tampak ABG dengan santai pakai kaos dan sepatu butut. Sederhana sekali, meski mungkin ortunya tajir. Lantai terendah adalah lantai concourse. Disini ada toko-toko, surau dan kantor pos. Berbeda dengan keberadaan mushola di mall2 Indonesia yang umumnya super sempit dan pengap, di sini suraunya ada dua dipisah antara jamaah pria dengan wanita dengan ukuran masing2 sekitar 10x 10 m. Wangi dan bersih. Bahkan disediakan loker tempat menyimpan sepatu dan tempat duduk untuk menunggu. Di atas concourse ada lower ground, ground, lantai 1-4. Jika mau melihat air mancur yang bisa menari bisa di akses dari lower ground. Mengenai tempat makan, ada di lantai 2-Signature dan lantai 4-Rasa. Kami tidak sempat mencoba yang lantai 2. Di lantai 4 kami makan di Rasa, semacam food court yang menjual beraneka macam masakan. Kami ke Kedai Nasi Campur dan memilih ayam goreng, rendang (tak tanggung-tanggung 1 porsi kami dikasih 5 potong rendang-daging sapi), urap, sayur bayam, kuah kari, air mineral, berdua kami menghabiskan MYR 12 dan untuk minuman/pencuci mulut dijual di kedai terpisah, kami beli 1 mangkok cendol-yang benar2 enak, terenak yang pernah saya minum dan 1 pack buah potong seharga MYR 7. Tak sampai MYR 20 (IDR 56.000) kami bisa makan kenyang dengan nikmat, lezat dan terasa murah mengingat tempatnya yang wah. Bahkan terasa murah dibandingkan makan di mall Indonesia. Yang saya baca di koran (4 Agustus 2010) memang murah bahan pangan di sana, contohnya ayam 1 kg MYR 10 (IDR 28.000). Pada saat yang sama di Indonesia harga ayam sudah di atas IDR 30.000/kg.

menara petronas
Puas di Twin Tower kami balik ke stasiun KLCC untuk balik ke stasiun Masjid Jamek. Ternyata kami salah ambil platform kereta. Seharusnya ambil yang kearah selatan, ini malah ke utara ke arah Gombak (paling ujung). Tak kurang dari 8 stasiun kami lewati, sampai akhirnya tiba di Gombak. Di situ kami turun datang ke petugas di loket dan bilang “kami salah masuk kereta, boleh beli tiket buat balik ke Masjid Jamek?” eh sama petugasnya di bilang “naik saja ke kereta lagi, tidak usah bayar”
Catatan : Sempat dag dig dug juga lihat mas-mas berseragam RELA-yang konon suka nangkepin TKI/TKW ilegal tiba-tiba duduk di sebelah sambil ngobrol di radio dan ngomong ke temennya “orang Indon”. Ternyata dia lagi ngincer sodara kita yang kelihatan celingak celinguk mencurigakan di pojok kereta. Dan pas baca koran ada berita semalam terjadi perampokan di rumah Haji X diperkirakan pelakunya warga Indonesia. Waduh kalau begini kenapa orang kita yang sering dituduh ya?.
Sesampai stasiun Masjid Jamek kami keluar ke Lebuh Ampang tempat kami sempat jalan-jalan tadi pagi. Kali ini kami jalan terus sampai Pasar Seni (Central Market) yang sudah ada sejak tahun 1888. Jujur saja kerajinan yang dijual di sini mirip dengan yang ada di toko kerajinan di Yogyakarta. Yang khas Malaysia mungkin hanya layang-layang dari Kelantan/Terengganu yang indah. Mungkin ini salah satu kenapa dibilang Indonesia dan Malaysia negara serumpun, banyak kemiripannya.
Selain kerajinan ada juga fish spa di tempat darurat, dengan uang MYR 5 (sekitar IDR 14.000) kita bisa menikmati gigitan ikan2 kecil yang memakan sel kulit mati di kaki selama 10 menit. Cukup lumayan mengurangi ketegangan otot kaki setelah jalan2 seharian. Setelah puas menjelajahi Pasar Seni, kami lanjut ke Lebuh Ampang untuk mencari kain sari titipan ibu. Sepanjang jalan banyak nongkrong orang berkulit gelap- India, di sini pula berjejer toko kain, rempah-rempah, money changer dan restoran India. Karena tidak mengerti pasaran yang pas,kami beli keluarkan uang MYR 99 untuk 6 meter kain sari. Buat yang tidak kuat bau dupa mendingan belanja di Mydin Emporium-depan gedung Maybank yang berjarak 200 meter saja dari Lebuh Ampang. Di sini suasana lebih netral dan harganya lebih murah.Selain menjual kain sari dan bahan baju kurung,juga menjual pakaian siap pakai, barang pecah belah dan aneka kebutuhan rumah tangga. Mengenai kain dan pakaian di sini paling murah di KL, tapi masih lebih murah lagi di Bandung.
Setelah lelah dan puas cuci mata di Mydin,kami lanjut ke Petaling Street cari gantungan kunci untuk teman2. Masih sepi berhubung baru jam 4 sore. Di sini kami menukar IDR 500.000 dengan MYR 175 (1 MYR = IDR 2.857) untuk bekal tambahan, sedikit lebih murah karena saat menukar di Indonesia MYR 1 = IDR 2.880. Lelah berjalan, 15 menit kemudian kami sudah sampai kamar hotel, rebahan sambil nonton TV yang acaranya sopan dan agak kaku. Sholat Ashar lalu tidur sore sampai jam 7.00. Mandi kemudian sholat maghrib baru kemudian jalan lagi.
Tujuan selanjutnya ke daerah Bukit Bintang yang kesohor sebagai tempat tujuan wisata bule dan orang-orang dari Timur Tengah. Akses ke sini bisa dengan jalan kaki, naik taksi, LRT maupun bis Rapid KL.Kami mencoba naik bis Rapid KL yang perhentiannya di depan Maybank dengan membayar MYR 1, dengan jarak tempuh kurang dari 5 menit ke Bukit Bintang. Sopir bis kebetulan orang Melayu, sempat tanya “dari kota mana dik?” kujawab “dari Banjarmasin”,dia menimpali sambil tersenyum “wah, dekat Balikpapan dong” entahlah dia pernah ke Balikpapan atau cuma tahu saja. Serasa di negeri sendiri.
Bukit Bintang adalah jalan memanjang yang dikelilingi hotel dan pusat perbelanjaan dan banyak turis tinggal dan mengunjungi tempat ini. Bertebaran hotel internasional seperti JW Marriot, Westin dan Ritz Carlton dan hotel berbintang dibawahnya sampai losmen sederhana. Untuk pusat perbelanjaan ada The Pavilion yang high class mall, Lot 10, Low Yat, Sungei Wang Plaza yang menyerupai ITC di Jakarta. Yang jarang di Jakarta adalah banyaknya wanita berpakaian hitam2 dan bercadar dan orang2 berwajah Arab yang sliweran di sini, hilir mudik dengan bule2, Cina dan Melayu. Dari informasi orang-orang kaya dari Timur Tengah suka ke Malaysia karena tempat-tempat wisata sudah ditata sedemikian rupa dan mudahnya menemukan makanan halal di dapat di sini (bersertifikat). Di Genting Highland yang ada kasino nya pun lebih banyak orang bercadar daripada yang pakai tank top, siapa juga yang kuat pakai tank top di sini. Dinginnya brrrr.
Kami lanjut jalan kaki ke Pujasera di daerah Jalan Alor. Ternyata mayoritas chinese food yang meragukan kehalalannya. Meriah dan penuh lampu.

Pujasera jalan Alor
Kami lanjut Sungei Wang Plaza yang cukup terkenal. Ternyata mall ini mall cukup tua, macam ITC kalau di Jakarta tapi penuh toko yang masih aktif berjualan. Disini kami makan sandwich di Subway yang ada label halal nya. Nikmat dan mengenyangkan lho. Satu tangkup sandwich isi daging, potongan zaitun, selada harganya cuma 7 ringgit, seharga cendol di mall Jakarta, padahal ini franchise Amrik. Setelah kenyang kami belanja buah, roti tawar, selai, snack dan minuman di Giant buat bekal sehat di perjalanan.
Tadinya kami mau jalan lagi ke Berjaya Square yang kabarnya mall terbesar di KL, namun karena sudah mendekati jam 9 malam-mall tutup kami pulang ingin merasakan monorail dari stasiun Imbi ke Stasiun Hang Tuah dan lanjut menggunakan LRT Sri Petaling menuju stasiun Puduraya di muka Hotel Citin tempat menginap kami. Setelah sholat, dan melihat menara KL dari jendela kamar kami lelap tidur.

Pasar Seni KL
Hari Ketiga
Senin, 2 Agustus 2010
Hari ketiga ini kami berniat ke Genting Highland untuk menuntaskan penasaranku seperti apa tempat perjudian yang tersohor dan terbesar di Asia Tenggara, yang mengubah bukit kosong menjadi tempat yang terkenal. Selain judi, di sini juga ada tempat bermain anak-anak. macam Dufan versi gunung.
Pagi itu kami sarapan dulu, kemudian kami jalan jalan seputar hotel menuju kantor pusat Maybank dimana Maybank Numismatic Museum berada. Sayang museum sedang tutup karena ada renovasi menyambut kemerdekaan Malaysia diakhir bulan Ogos jadi pulang dengan sedikit kecewa. Setelah rebahan di kamar, jam 10 kami menuju restoran di lantai 2 untuk makan siang yang masuk di dalam paket. Kami pesan tom yam dan kari ayam versi hotel Citin yang anehnya keduanya rasanya mirip-kami sempat menebak bahwa para pelayan di sini orang Nepal, India atau sejenisnya. Tom yam nya tidak seotentik bikinan orang Thai. Namun kari nya boleh lah.
Kami check out lebih cepat dari jadwal karena penasaran seperti apa wujud Genting Highland. Dengan tas troli kami jalan kaki ke stasiun LRT Masjid Jamik dari sini kami menuju stasiun Titiwangsa dimana di sampingnya ada terminal bus Titiwangsa yang melayani tiket ke Genting dan berbagai tujuan di sisi timur KL seperti Pahang, Kelantan, Terengganu. Berbeda dengan bus di Indonesia, naik baru bayar, di sini bayar tiket di cap nomor tempat duduk dan jam berangkat. Petugasnya gadis melayu berjilbab, sementara penumpangnya hampir semua kakek nenek etnis Cina. Kami hitung hanya empat orang yang penampakannya bukan Cina. Sepanjang jalan juga kami melihat huruf mandarin terpajang di papan nama toko dengan tulisan bahasa inggris di bawahnya. Pemandangan yang asing bagi kami yang mengira Malaysia adalah negeri melayu yang lebih melayu daripada Indonesia. Saya jadi bersyukur bahwa bahasa wajib di Indonesia adalah bahasa Indonesia, sehingga komunikasi antar suku bangsa lebih mudah.
Sekitar jam 1 kami sampai di Genting yang ternyata dingin dan berangin. Agak mirip Puncak, tapi tanpa kebun teh dan perkampungan penduduk. Kelihatannya hutan belantara dibiarkan alami. Bahkan terlihat pohon bekas kena petir dimanfaatkan menjadi menara BTS. Ramah lingkungan.

genting di puncak gunung
Tempat pertama yang kami tuju tentu Hotel Theme Park yang sudah saya book sebulan sebelumnya dengan rate hanya 85 ringgit/malam. Super low price dari harga normal 200 ringgit. Hotelnya baru direnovasi dan kamarnya cukup lumayan, ada TV kabel, meja dan sofa. kasurnya juga springbed. Rebahan dulu ah….
Setelah Ashar kami jalan lagi melihat-lihat sekitar. theme park Genting outdoor lalu ke indoor. Banyak wahana permainan di sini. Kalau dibanding dengan Trans Studio memang wahananya sudah agak tua. Kalau dari segi uji adrenalin ya cocok untuk anak kecil-tak seseru Dufan Ancol.
Di sela-sela tempat main ada pintu masuk ke kasino/tempat judi. Ada semacam loket pembelian koin ding dong lalu masuk ke ruangan yang dijaga petugas Melayu. Denger-denger orang Melayu Malaysia di larang masuk/main judi. Bagus lah.
Di tempat ini isinya bervariasi antara lain tempat makan minum, toko barang ber merk/branded, kantor pos, money changer yang di tata seperti mall. Di sini juga ada terminal bus dan terminal kereta gantung. Sayang saat kunjungan ini kereta gantung sedang dalam perbaikan. Pantas saja sewa hotel juga dipangkas harganya.
Ketika hari sudah mulai gelap kami balik ke kamar, dan semakin malam semakin dingin udara di tempat ini. Kabut menghalangi pandangan ke luar. Meski kaca jendela sudah dikunci, suara desiran angin terdengar tanpa henti selama ber jam-jam sampai kami tertidur. Acara TV kabel juga tak menarik perhatian kami. Dinginnya udara malam di Genting begitu menusuk, selimut cadangan yang ada di lemari pun tak membantu.Tahu bakal begini, kami bawa jaket dari Indonesia.
Hari Keempat
Selasa, 3 Agustus 2010
Acara pertama Subuh ini adalah mandi. Meski dingin saya paksakan untuk mandi. Syukur air hangat mengucur dengan derasnya dari shower kamar mandi. Agak unik, shampo dan sabun cair tersedia di dispenser. Ramah lingkungan sih. Untung kami bawa pasta dan sikat gigi yang tidak disediakan oleh pihak hotel. Kalau lupa tidak bawa, bisa di beli di minimarket di dekat pintu masuk hotel. Oh ya kalau lapar di hotel ini ada restoran halal, ada Mc Donald dan ayam goreng Kenny Rogers. Kebetulan sarapan sudah masuk ke dalam biaya kamar sehingga kami bisa makan sepuasnya di sini. Ada 3 jenis masakan tersedia dan bisa dicoba semuanya, yaitu selera Melayu, Chinese dan India. Semua halal bersertifikat MUI-nya Malaysia. Penyajian prasmanan. Sedikit sekali orang Melayu tampak di sini, kebanyakan Cina, India dan Arab.
Puas sarapan kami ke taman di depan hotel yang menghadap Lembah Klang-Kuala Lumpur. Tadi malam kelihatan kerlap kerlip lampu di KL, menara Petronas pun kelihatan. Pagi ini sama sekali tidak kelihatan tertutup awan putih. Kami ketemu bapak-bapak Cina paruh baya yang melamun di taman ini, kayak orang baru kalah judi. Sekitar satu jam melihat-lihat pemandangan sekitar yang berkabut, dan yang tampak adalah tajuk hutan hujan tropis. Setelah puas balik ke kamar, berkemas, check out dan masuk ke theme park dimana ada terminal bis ke KL.

terminal bus genting

kamar 85 ringgit

Indoor Genting
Sistem pembelian tiket bus di sini adalah antri di loket, memilih jam keberangkatan dan posisi tempat duduk. Enaknya di sini adalah orang tertib antri dan tidak rebutan ketika masuk bus. Dengan membayar MYR 5.5 kami sudah bisa naik bis menuju terminal darurat Bukit Jalil. Terminal ini adalah terminal sementara, karena terminal Puduraya yang ada di sebelahnya masih dalam renovasi. Jadi parkir stadion sepak bola di ubah menjadi terminal bus.
Untuk ke KL bis melalui jalur yang beda dengan waktu berangkat, kami melewati semacam jalan melingkar mengelilingi KL.Kelihatan gedung-gedung tinggi KL.
Sesampai di terminal darurat Bukit Jalil kami mencari tempat penjualan tiket ke Johor. Agak ribet, banyak calo di sini. Kami dapat tiket bus KBP Express seharga MYR 31. Kami menunggu di pinggir parkiran dengan peneduh tenda, keringat pun mengucur membasahi kaos. Ya, iklim Malaysia-KL pun sama saja dengan Indonesia, hanya saja di sini penduduk lebih sedikit dan agak lebih teratur.
Jam 3 sore bus meluncur menuju Malaka lanjut ke Johor. Pemandangan di kiri kanan jalan nyaris monoton, hanya kebun sawit dan karet. Jalan mulus tak berlubang. Sopir bus orang Melayu, kondektur Cina. Di terminal Bukit Jalil tadi tukang angkut tas jelas sekali orang Cina, populasi Cina di Malaysia memang sangat banyak-25%. tadi pas di terminal agak menegangkan dimana penumpang India memaki calo tiket-anak Melayu dengan sebutan “dog”,gara-gara sang calo bilang bus akan langsung ke Singapura, ternyata hanya sampai Johor Bahru. Dan anak Melayu pun menunjuk si India sambil bilang “saye tidak suka you panggil dog”.Trully Asia yang menegangkan.

Bis di terminal darurat Bukit Jalil
Sekitar jam 6 sore (di sana masih terang benderang) bis sampai di rumah makan di daerah Yong Peng, sekitar 1 jam sebelum Johor Bahru. Kami makan ayam goreng dengan sayur jamur tumis. Minum dua gelas milo hangat. Total berdua MYR 14, murah. Juragannya Cina, pelayannya kelihatan sekali kalau TKW kita.
Sejam kemudian kami sampai terminal Larkin-Johor Bahru. Di sini saya kontak partner ayahku yang pernah kerjasama 26 tahun lalu. Berhubung angin diluar cukup kencang kami masuk ke dalam mall yang ada di terminal. Berhubung istri hobi belanja kain, saya persilakan dia keliling untuk melihat-lihat toko kain di dalam mall. Saya sendiri masuk ke 7 eleven, beli snack dan kopi instan chek hup yang kental dan nikmat. Oh ya, sebaiknya punya kartu seluler lokal supaya komunikasi lebih mudah dan murah.
Jam 8.00 malam tiba-tiba ada yang menepuk dari belakang. Siapa ya ?apakah ini partner ayahku dan pernah tinggal di kampungku dulu. ternyata ya, berhubung sudah 26 tinggal di Malaysia dan melalui proses yang panjang, akhirnya bisa menetap di sana, ke empat anaknya pun sudah berpaspor Malaysia. Agak terbengong ketika kami diajak masuk ke mobil Toyota Harrier yang masih baru. Alhamdulillah beliau sudah berhasil menjadi kontraktor yang sukses di sini. Berkat usaha dan kejujurannya menjadi langganan proyek konstruksi Kerajaan Johor.
Sebelum ke rumahnya, kami sempat makan malam di restoran Thai Muslim yang menyediakan aneka menu, lagi lagi kami pesan menu ayam percik yang super renyah dan gurih, cap cay dan teh kosong (tanpa gula). Enak euy. Di sini beliau menyapa orang-orang berpakaian Melayu, pulang pengajian yang ternyata kumpulan pensiunan polisi daerah tersebut. Begitu sampai rumahnya yang bertingkat, kami juga surprise. Ternyata ada juga mantan TKI yang lebih makmur dari orang yang ratusan tahun tinggal di semenanjung Melayu ini. Alhamdulillah. Kemudian nonton TV Indonesia dan ngobrol sana ngobrol sini akhirnya beliau bilang, ” wah, kok cuma sebentar di sini, seperti mimpi saja” ketika tahu kami akan melanjutkan perjalanan ke Singapura esok harinya.
Hari Kelima
Rabu, 4 Agustus 2010
Ketika adzan subuh memecah pagi di Kulai Johor, sholat subuh, mandi pagi dan siap-siap sarapan. ternyata tuan rumah mengajak ke kedai makan langganan di seberang jalan. Pagi itu warung ramai pengunjung berbagai etnis, ada Cina, India, Melayu. Warung itu milik orang Melayu, dengan para pekerja TKW dari Surabaya. Orang Melayu begitu akrab dengan Cina dan India membicarakan perniagaan mereka. Konon di negara Malaysia populasi enterpreneur 2% dari penduduk, sedangkan di Indonesia hanya 0,19%. Pantas ekonomi mereka lebih maju. Sarapan pagi ini adalah roti canai dengan kuah kari, teh tarik dan sepotong ayam percik. Sangat mengenyangkan.
Agenda berikutnya kunjungan ke seorang teman kuliah di Bandung dulu yang melanjutkan S-2 dan S-3 di Universiti Teknologi Malaya (UTM), dari rumah tuan rumah ke kampus UTM Kulai hanya 15 menit dengan melewati taman yang mirip hutan. Tak susah menemukan kompleks kampus ini mengingat beliau juga yang membangun asrama mahasiswa di sini.

asrama mahasiswa UTM

gerbang UTM
Alhamdulillah ketemu dengan teman yang saya cari dan dapat kabar bahwa di sana banyak dosen lulusan Indonesia khususnya ITB yang mengajar di sana. Karena banyak TKI yang bekerja di sana, maka mahasiswa Indonesia juga sering diajak mancing bareng TKI di kolam ikan yang masih alami di hutan.
Setelah 1,5 jam berada di UTM saya lanjut di antar ke Terminal Larkin Johor Bahru melewati Hotel Tune Johor. Melewati kawasan elit Kerajaan Johor yang menghadap langsung ke Selat Johor. Ternyata kawasan di pinggir selat yang memisahkan Johor dengan Singapura ini begitu bersih, asri dan tenang. Nuansa perbatasan negara sangat terasa, dengan adanya pagar-pagar kawat di dekat penyeberangan. Sesampai di terminal Larkin, kami diajak makan siang di warung sate madura yang sate ayamnya besar-besar dan gurih. lagi-lagi di sini kami ketemu dengan teman-teman TKI. Setelah puas makan minum, belanja kain (oleh2 tuan rumah untuk ibu), dan kaos Ipin Upin asli, kami di antar beli tiket bus Singapore-Johor Express (SJE) seharga MYR 3.3. Ada juga bus SBS punya pemerintah Singapura di sini. Menyeberang ke Singapura adalah pengalaman yang tak terlupakan. Ketika keluar imigrasi Malaysia kami masuk ke gedung Bangunan Iskandar yang megah dan baru, proses di sini singkat dan lancar.lanjut naik bis SJE yang lain ke imigrasi Singapura yang sudah usang. Di sini pemeriksaan lebih ketat dan menjengkelkan, tas di buka dan seluruh isi tas di keluarkan, perlu waktu lebih lama. Karena lama pula kami jadi sejam lebih nunggu bis SJE berikutnya. Dari sini baru tahu bahwa kalau beli tiket bus SBS mungkin lebih cepat sampai karena frekuensinya lebih sering.
Masuk Singapura kami disuguhi pemandangan hutan lindung Singapura yang asri, dengan jalan yang tak semulus di Malaysia. Lima belas menit kemudian kami sudah sampai di Queen Street Bus Terminal. Kami sempat bingung dan bertanya ke anak-anak sekolah Al Djuneid yang baru pulang sekolah, kami ditunjukkan arah ke hotel Bencoolen di daerah Bugis Village, namun sempat salah masuk hotel Ibis Bencoolen karena saya kira itu hal yang sama. Begitu masuk ke hotel Bencoolen saya kaget ternyata hotel seharga 1 jutaan semalam (rate hotel bintang 5 di Indonesia/Malaysia/Thailand) ini kondisinya mirip hotel 200 ribuan (melati atau bintang 1-) di Indonesia. Inilah mengapa Singapura sering dibilang mahal biaya hidupnya. Negara super kecil namun menjadi pusat perdagangan menjadikan segalanya lebih mahal. Lelah berjalan mencari lokasi hotel akhirnya kami tidur siang. Sebelum tidur kami lihat stasiun tv yang hanya ada channel news Asia milik pemerintah, meski makmur banyak batasan media di sini. Air keran di kamar mandi di Singapura bisa langsung diminum, karena sistem nya sudah bagus. Kalau kurang yakin bisa dimasak di teko elektrik yang tersedia di kamar.
Jam 5 sore sesudah mandi dan sholat Ashar kami mulai penjelajahan kami ke negara kota ini. tempat pertama yang kami tuju adalah daerah Bugis Village yang merupakan daerah kaki lima nya Singapura. Mungkin inilah tempat penjualan souvenir berbau Singapura berada, walaupun kalau di kurs kan ke rupiah tetap saja terasa kemahalan. Penjual di sini cukup ramah dan komunikatif. Puas belanja kami lanjut ke stasiun MRT Bugis. Di sini kami beli kartu EZ Link dimana SGD 5 adalah harga kartu yang berlaku 5 tahun dan SGD 7 isi kartu yang bisa digunakan untuk jalan-jalan di MRT dan Bis SMRT/SBS. Dari stasiun Bugis kami menuju stasiun City Hall, dari sini keluar melewati Citylink yaitu terowongan yang menuju berbagai mall dan lokasi menarik di sekitarnya. Kami menuju lorong ke Espanade, di lorong City Hall banyak toko dan restoran bawah tanah yang rasanya seperti di atas tanah. Negeri tempat belanja/konsumtif memang.Tahu tahu sudah nongol di Esplanade.
Di Bulan Agustus ada 3 negara yang memperingati kemerdekaannya, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Maka tak heran di sekitar Esplanade banyak simbol simbol peringatan kemerdekaan ini. Di Esplanade yang atapnya mirip kulit durian ini ada konser pianis muda Singapura, gratis. Romantis banget. Dari sini bisa dilanjut jalan melalui jembatan dekat patung Raffles menuju patung Singa yang terkenal itu di depan Hotel Fullerton. Di sini banyak muda mudi berbagai negara berfoto di depan patung singa.

Patung Singa

National Day 2010
Di kejauhan tampak Marina Bay yang belum selesai dibangun. Puas jalan kami balik lagi ke hotel melalui rute yang sama. tak terasa sudah jam 10.30 malam, berarti 5,5 jam kami jalan jalan. Cukuplah perjalanan hari ini, sebelum ke hotel kami mampir ke 7 eleven terdekat yang menjual nasi lemak dan nasi ayam instan halal. Sebelum kami bawa ke hotel oleh kasirnya di persilakan memanaskan nasi ke microwave dulu. Perhatian yang menyenangkan. Setelah makan, jamak sholat Maghrib-Isya kami berangkat ke peraduan untuk menjelajahi bagian Singapura yang lain keesokan harinya.
Hari Keenam
Kamis, 5 Agustus 2010
Hari terakhir dari rangkaian wisata ini kami habiskan jalan-jalan kota Singapura. Kami sarapan dulu ala backpacker dimana menunya nasi rebus (nasi yang direbus), roti bakar dan telor rebus yang dimakan di emperan jalan Bencoolen.Inilah rate bintang 5, kualitas bintang 1.Di sebelahnya ada masjid Bencoolen tapi tak kedengaran adzan sama sekali-tak diizinkan pakai pengeras suara.Kering sekali negara ini. Dengan perut setengah isi kami lanjut ke sebelah kanan hotel, melintas Museum Seni

Museum Seni Singapura
dan ke kantor pos Bras Basah beli kartu pos dan prangko untuk dikirim ke Indonesia.
Kemudian menuju stasiun MRT City Hall untuk menuju stasiun MRT Orchard Road. Orchard Road ini adalah jalan yang paling terkenal bagi penghobi belanja Indonesia. Berhubung bukan akhir pekan, jalan ini cukup lengang.

Orchard Road
Di tempat ini hanya Lucky Plaza yang sudah siap dari pagi. Plaza ini termasuk mall paling tua di kawasan ini dan entah berapa juta orang Indonesia yang pernah mampir disini. Sebenarnya mall biasa saja, banyak pernak pernik dan souvenir berbau Singapura yang dijual. Di sini istri beli baju kurung bergambar bunga anggrek Singapura. Sejujurnya yang dijual butik mall sebenarnya sudah ada di Jakarta, namun keteduhan jalan Orchard memberi nilai tambah wisata belanja di sini.
Puas keliling jalan Orchard kami balik ke hotel untuk siap-siap pulang ke Indonesia. Jalur MRT Sommerset keluar MRT Dobi Ghaut jalan kaki menuju jalan Bencoolen. Sebelum balik ke hotel kami beli makan siang di rumah makan Hajjah Maemunah yang menyajikan berbagai macam makanan Melayu. Bersih dan rapi. Dua bungkus nasi lauk ayam + urap sayur + sambal + rendang yang cukup lezat harganya SGD 9.3 (IDR 66 ribu). Mahal? ini Singapura mas.
Setelah makan siang di kamar, kami check out dari hotel menuju MRT Bugis. Dari sini naik MRT menuju Tanah Merah, ganti MRT ke Changi. Oh ya, dari kegiatan jalan-jalan menggunakan MRT kemarin dan hari ini, kartu EZ Link masih sisa SGD 2. Lain kali kalau ke Singapura akan saya pakai dan isi ulang. Perjalanan ke Changi ini sekitar 15 menit saja. Kami ke terminal 1 dimana pesawat Lion Air yang akan kami tumpangi diparkir. Meski terbang dari Singapura ternyata pesawat berangkat terlambat 1 jam dari jadwal. Saya sempat panik bagaimana nanti check in Garuda dari Jakarta ke daerah tujuan akhir kami hanya berselang 1,5 jam jika Lion Air tepat waktu. Kalau telat begini sudah hampir pasti check in sudah tutup. Alhamdulillah Garuda juga telat berangkat dari Jakarta sekitar 2,5 jam sehingga ada cukup waktu menikmati makan minum di lounge di Jakarta.

Sajian Restoran Hjh Maemunah

Logo Restoran Hjh.Maemunah
Perjalanan pertama kali ke luar negeri yang cukup menyenangkan. Indonesia ternyata sangat luas dan besar, bukan tandingan Malaysia apalagi Singapura. Tapi masih banyak yang perlu diperbaiki supaya bisa mencapai kemakmuran seperti rakyat kedua negara tetangga terdekat ini.
Menyukai ini:
Suka Memuat...