Perjalanan ke Hongkong ini sangat mudah syaratnya karena hanya perlu paspor Indonesia tanpa visa. Selain untuk melihat kerlap-kerlip cahaya lampu malam, meriahnya Disneyland dan Makau, serta masifnya industri di Shenzhen, juga untuk melihat keberadaan orang Indonesia, yang kabarnya sangat banyak di Hongkong-sekitar 200 ribu orang. Pada umumnya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Persiapannya bisa dengan mendaftar aplikasi klook untuk mendapat harga yang murah di Hongkong. Misal kereta cepat bandara ke kota dan sebaliknya hanya 72 ribu dari harga asli 125 ribu (diskon 40%), disneyland diskon 16%, ocean park diskon 16%. Dari airport Hongkong bisa langsung ke Makau menggunakan fery.
Observasi saya lakukan cukup matang, sejak awal tahun untuk keberangkatan akhir tahun. Saya menggunakan laman pencarian tiket murah , untuk memilih tiket termurah sepanjang tahun. Saya menemukan tiket yang cukup murah, yaitu 1,5 juta Rupiah, bolak balik Jakarta Hongkong dengan transit di Singapura. Setelah tiket di tangan saya observasi lokasi pilihan yang bisa saya kunjungi yang banyak orang Indonesia. Keesokan hari, saya menemui atasan di kantor mau ambil cuti 10 bulan lagi, dan Alhamdulillah langsung disetujui.
Sepuluh bulan kemudian kami berangkat ke Hongkong. Di Hongkong terasa sekali bahwa wilayah ini sudah maju terlebih dahulu dibandingkan kota lain. Terlihat apartemen yang sudah tua, keramik yang sudah tua, bangunan tinggi lama yang berpadu dengan gedung baru. Semua terlihat harmonis. Bus kota yang kami naiki dari bandara juga sudah kelihatan tua. Film Hongkong yang beredar di Internet maupun di VCD, bisa menggambarkan situasi Hongkong.
Kami menginap di apartemen yang disulap jadi penginapan di atas lorong stasiun Tsim Sha Tsui, yang mana di lantai bawah gedung ini ada toko emas. Di seberang gedung ini ada Taman Victoria yang di depannya ada masjid besar. Di sini lah salah satu tempat berkumpul para TKI saat libur malam Minggu. Takjub melihat ribuan orang Indonesia yang 99%nya perempuan memenuhi sekujur area taman ini. Ada yang joget-joget diiringi dangdut koplo, ada yang berbincang santai dengan teman-temannya, ada juga yang sedang mengikuti pengajian. Ada yang berpacaran dengan pekerja dari Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh), ada pula yang sendirian. Di sini seakan bebas mau apa saja,tanpa larangan dari orang tua. Kalau melihat penampilannya, beragam. Ada yang lugu dan polos, ada pula yang berpakaian mini layaknya artis film Hongkong. Tapi kebanyakan penampilannya wajar, dan banyak yang memakai kerudung. Ada sekedar ngobrol, ada pula yang berbisnis, misalnya jualan nasi rames, yang dijual seharga 20 HKD (35 ribu Rupiah). Isinya nasi, oseng/tumisan pepaya mengkal, ayam goreng dan mi goreng. Kami beli dan cicipi, lumayan enak, seperti makanan di warung Tegal. Polisi Hongkong juga ada di beberapa sudut taman, tapi tidak berinteraksi dengan pengunjung taman. Mungkin kalau ada kejahatan atau keributan baru bertindak.
Keesokan harinya sepulang dari Shenzhen,kami bablas ke stasiun Wanchai menggunakan MTR. Mampir ke Masjid Ammar yang menjual dim sum halal. Ada juga Chinese food lainnya yang semuanya halal. Kelezatan domba cabe kering nya masih lekat di ingatan. Di kami ketemu pak haji (WNI) orang Malang yang dulu waktu orde lama kerja sebagai staf di KBRI Peking (Beijing), dan tidak bisa pulang ke Indonesia karena masalah politik. Akhirnya menetap di Hongkong dan membuka rumah makan Indonesia di apartemen nya yang tak jauh dari Victoria Park. Sebagai pengobat rindu bapak ini sering mengunjungi masjid Wanchai untuk ibadah dan mengobrol dengan warga Indonesia. Saat keluar, kami sempat berpapasan dengan TKW yang datang sambil menangis, mungkin ada masalah dengan pekerjaan nya. Mungkin dengan sholat di sini bisa lebih tenang, kelihatannya ada juga konseling dari relawan.
Berikutnya adalah Victoria Park. Jika ke sana dapat kita dengar percakapan antar TKW yang sedang mengajak jalan majikannya yang sudah lanjut usia. Di imigrasi Hongkong setelah turun dari Fery sepulang dari Makau juga bisa kita temukan wajah Indonesia yang antriannya di antrian resident Hongkong. Bisa jadi orang Filipina atau TKW kita yang sudah menetap di sana.
Terlepas dari itu, mereka adalah pahlawan devisa Indonesia. Yang menjadi tulang punggung minimal untuk keluarganya. Tidak hanya orang lugu atau yang kurang pintar yang berangkat menjadi asisten rumah tangga di sana, tapi juga banyak yang pintar dan kreatif, mau berwirausaha atau melanjutkan ke pendidikan tinggi, yang ujungnya bisa mengangkat kehidupan pribadi maupun keluarganya. Karena keterbatasan ekonomi dan imbalan yang lebih yang memaksa mereka untuk ke sana.
So, kalau ke Hongkong jangan terkejut kalau ketemu banyak orang Indonesia, khususnya perempuan. Setiap hari saat berangkat dan pulang sekolah, Di MTR kita dapat temui TKW yang mengantar dan menjemput anak majikannya, di taman saat akhir pekan, dengan mudah kita temukan sekumpulan TKW. Apa yang saya lihat, umumnya mereka baik dan terlihat menikmati kehidupan di Hongkong.
Mengenai perlakuan orang Hongkong terhadap orang Indonesia tetap baik dan respek, sekalipun mungkin di rumah mereka ada asisten rumah tangga dari Indonesia. Jumlahnya memang banyak, namun dalam persen tak sampai 0,01% penduduk Indonesia, mengirimkan uang sekitar 8 Triliun Rupiah ke Indonesia. Sedangkan nilai ekspor Hongkong ke Indonesia sekitar 3 Milyar USD (40 Triliun Rupiah) di tahun 2016.https://id.tradingeconomics.com/hong-kong/exports-by-country
Kalau mau berkunjung ke Hongkong dengan harga tiket pesawat murah, dan beragam fasilitas lebih murah/diskon di Hongkong, jangan lupa survey-survey dulu dan siapkan budgetnya, niscaya perjalanan menjadi berkesan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...